Sunday, June 2, 2013

Beasiswa DataPrint

Program beasiswa DataPrint telah memasuki tahun ketiga. Setelah sukses mengadakan program beasiswa di tahun 2011 dan 2012, maka DataPrint kembali membuat program beasiswa bagi penggunanya yang berstatus pelajar dan mahasiswa.  Hingga saat ini lebih dari 1000 beasiswa telah diberikan bagi penggunanya.
Di tahun 2013 sebanyak 500 beasiswa akan diberikan bagi pendaftar yang terseleksi. Program beasiswa dibagi dalam dua periode. Tidak ada sistem kuota berdasarkan daerah dan atau sekolah/perguruan tinggi. Hal ini bertujuan agar beasiswa dapat diterima secara merata bagi seluruh pengguna DataPrint.  Beasiswa terbagi dalam tiga nominal yaitu Rp 250 ribu, Rp 500 ribu dan Rp 1 juta. Dana beasiswa akan diberikan satu kali bagi peserta yang lolos penilaian. Aspek penilaian berdasarkan dari essay, prestasi dan keaktifan peserta.
Beasiswa yang dibagikan diharapkan dapat meringankan biaya pendidikan sekaligus mendorong penerima beasiswa untuk lebih berprestasi. Jadi, segera daftarkan diri kamu, klik kolom PENDAFTARAN pada web ini!
Pendaftaran periode 1 : 1 Februari – 30 Juni 2013
Pengumuman                : 10 Juli 2013

Pendaftaran periode 2   : 1 Juli – 31 Desember 2013
Pengumuman                : 13 Januari 2014

PERIODE
JUMLAH PENERIMA BEASISWA
@ Rp 1.000.000@ Rp 500.000@ Rp 250.000
Periode 1
50 orang
50 orang
150 orang
Periode 2
50 orang
50 orang
150 orang

Informasi lebih lengkap mengenai beasiswa DataPrint ini, dapat Anda lihat di:

Sumber:
Read More..

Thursday, October 18, 2012

Skeleton System

Human newborns have over 270 bones some of which fuse together into a longitudinal axis, the axial skeleton, to which the appendicular skeleton is attached.


Axial Skeleton
The axial skeleton (80 bones) is formed by the vertebral column (26), the rib cage (12 pairs of ribs and the sternum), and the skull (22 bones and 7 associated bones). The upright posture of humans is maintained by the axial skeleton, which transmits the weight from the head, the trunk, and the upper extremities down to the lower extremities at the hip joints. The bones of the spine are supported by many ligaments. The erectors spinae muscles are also supporting and are useful for balance.
Appendicular Skeleton
The appendicular skeleton (126 bones) is formed by the pectoral girdles (4), the upper limbs (60), the pelvic girdle (2), and the lower limbs (60). Their functions are to make locomotion possible and to protect the major organs of locomotion, digestion, excretion, and reproduction.

File:Human skeleton front en.svg

Function
The skeleton serves six major servers.
Support
The skeleton provides the framework which supports the body and maintains its shape. The pelvis, associated ligaments and muscles provide a floor for the pelvic structures. Without the rib cages, costal cartilages, and intercostal muscles, the heart would collapse.
Movement
The joints between bones permit movement, some allowing a wider range of movement than others, e.g. the ball and socket joint allows a greater range of movement than the pivot joint at the neck. Movement is powered by skeletal muscles, which are attached to the skeleton at various sites on bones. Muscles, bones, and joints provide the principal mechanics for movement, all coordinated by the nervous system.

Protection
  • The skull protects the brain, the eyes, and the middle and inner ears.
  • The vertebrae protect the spinal cord.
  • The rib cage, spine, and sternum protect the human lungs, human heart and major blood vessels.
  • The clavicle and scapula protect the shoulder.
  • The ilium and spine protect the digestive and urogenital systems and the hip.
  • The patella and the ulna protect the knee and the elbow respectively.
  • The carpals and tarsals protect the wrist and ankle respectively.
Blood cell production
The skeleton is the site of haematopoiesis, which takes place in red blood cells bone marrow.
Storage
Bone matrix can store calcium and is involved in calcium metabolism, and bone marrow can store iron in ferrotin and is involved in iron metabolism. However, bones are not entirely made of calcium, but a mixture of chondroitin sulfate and hydroxyapatite, the latter making up 70% of a bone.
Endocrine regulation
Bone cells release a hormone called osteocalcin, which contributes to the regulation of blood sugar (glucose) and fat deposition. Osteocalcin increases both the insulin secretion and sensitivity, in addition to boosting the number of insulin-producing cells and reducing stores of fat.
Sexual Dimorphism
There are many differences between the male and female human skeletons. Most prominent is the difference in the pelvis, owing to characteristics required for the processes of childbirth. The shape of a female pelvis is flatter, more rounded and proportionally larger to allow the head of a fetus to pass. A male's pelvis is about 90 degrees or less of angle, whereas a female's is 100 degrees or more. Also, the coccyx of a female's pelvis is oriented more inferiorly whereas a male's coccyx is usually oriented more anteriorly. This difference allows more room for childbirth. Males tend to have slightly thicker and longer limbs and digit bones (phalanges), while females tend to have narrower rib cages, smaller teeth, less angular mandibles, less pronounced cranial features such as the brow ridges and external occipital protuberance (the small bump at the back of the skull), and the carrying angle of the forearm is more pronounced in females. Females also tend to have more rounded shoulder blades.
Disorders
There are many classified skeletal disorders. One of the most common is osteoporosis. Also common is scoliosis, a side-to-side curve in the back or spine, often creating a pronounced "C" or "S" shape when viewed on an x-ray of the spine. This condition is most apparent during adolescence, and is most common with females.

File:Skeleton2.jpg

Osteoporosis
Osteoporosis is a disease of bone, which leads to an increased risk of fracture. In osteoporosis, the bone mineral density (BMD) is reduced, bone microarchitecture is disrupted, and the amount and variety of non-collagenous proteins in bone is altered. Osteoporosis is defined by the World Health Organization (WHO) in women as a bone mineral density 2.5 standard deviations below peak bone mass (20-year-old sex-matched healthy person average) as measured by DXA; the term "established osteoporosis" includes the presence of a fragility fracture. Osteoporosis is most common in women after the menopause, when it is called postmenopausal osteoporosis, but may develop in men and premenopausal women in the presence of particular hormonal disorders and other chronic diseases or as a result of smoking and medications, specifically glucocorticoids, when the disease is craned steroid- or glucocorticoid-induced osteoporosis (SIOP or GIOP). Osteoporosis can be prevented with lifestyle advice and medication, and preventing falls in people with known or suspected osteoporosis is an established way to prevent fractures. Osteoporosis can also be prevented with having a good source of calcium and vitamin D. Osteoporosis can be treated with bisphosphonates and various other medical treatments.
Sumber
Read More..

Saturday, October 13, 2012

Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM) dalam Mata Pelajaran IPA


PAIKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Pembelajaran inovatif bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang menyenangkan. Learning is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran inovatif. Jika siswa sudah menanamkan hal ini di pikirannya tidak akan ada lagi siswa yang pasif di kelas. Membangun metode pembelajaran inovatif sendiri bisa dilakukan dengan cara diantaranya mengakomodir setiap karakteristik diri. Artinya mengukur daya kemampuan serap ilmu masing-masing orang. Contohnya saja sebagian orang ada yang berkemampuan dalam menyerap ilmu dengan menggunakan visual atau mengandalkan kemampuan penglihatan, auditory atau kemampuan mendengar, dan kinestetik. Dan hal tersebut harus disesuaikan pula dengan upaya penyeimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan yang akan mengakibatkan proses renovasi mental, diantaranya membangun rasa percaya diri siswa. Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi.
Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. PAIKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama KBM. Pada saat yang sama, gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Berikut adalah tabel beberapa contoh kegiatan KBM dan kemampuan guru yang besesuaian.
Konsep-konsep sains dan lingkungan sekitar siswa dapat dengan mudah dikuasai siswa melalui pengamatan pada situasi yang konkret. Dampak positif dari diterapkannya model PAIKEM yaitu siswa dapat terpacu sikap rasa keingintahuannya tentang sesuatu yang ada di lingkungannya. Seandainya kita renungi empat pilar pendidikan yakni learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to be (belajar untuk menjadi jati dirinya), learning to do (Belajar untuk mengerjakan sesuatu) dan learning to life together (belajar untuk bekerja sama) dapat dilaksanakan melalui pembelajaran dengan pendekatan lingkungan yang dikemas sedemikian rupa oleh guru, agar supaya pembelajaran tersebut dapat terlaksaana sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Dari empat pilar pendidikan dan kelima komponen prinsip PAIKEM (Mengalami, Pembaruan, Berinteraksi, Komunikasi, Berekspresi, dan Melakukan Refleksi), komponen ’Mengalami’, ’Pembaruan’, dan ’Berkspresi’ berkaitan dengan bagaimana guru mengolah bahan/materi pelajaran. Artinya, bagaimana guru mengolah materi pelajaran sehingga siswa mengalami dan mengekspresikan gagasannya. Untuk komponen interaksi, komunikasi dan refleksi berkaitan dengan bagaimana guru mengelola kelas. Artinya, bagaimana siswa harus dikelola (kerja kelompok, berpasangan, ataukah individual) agar mereka berinteraksi satu sama lain untuk mengembangkan kemampuan bekerjasama dan pada saat yang sama berkembang pula kemampuan individualnya.
Cara mengolah materi sehingga tercipta komponen ’mengalami’ dan ’ekspresi’ untuk tiap-tiap mata pelajaran akan berbeda satu sama lain sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Misalnya, dalam IPA dikenal rumus POE: Predict (prediksi), Observe (amati), Explain (jelaskan). Suatu cara mengolah materi IPA di mana guru merumuskan pertanyaan untuk siswa sehingga siswa melakukan prediksi (atas jawbaan pertanyaan tersebut), melakukan pengamatan/percobaan untuk menjawab pertanyaan tersebut, kemudian menjelaskan hasil pengamatan/percobaan terkait dengan prediksi yang mereka buat sebelumnya. Nuansa materi PAIKEM dalam pembelajaran matematika, diolah sedemikian rupa sehingga siswa diarahkan untuk melakukan Penyelidikan, Penemuan, dan/atau Pemecahan Masalah.
Menurut Depdiknas (2006), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA (sains) diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam atau lingkungan sekitar.
Beberapa ilmuwan memberikan definisi sains sesuai dengan pengamatan dan pemahamannya. Carin (1993:3) mendefinisikan science sebagai The activity of questioning and exploring the universe and finding and expressing it’s hidden order, yaitu “ Suatu kegiatan berupa pertanyaan dan penyelidikan alam semesta dan penemuan dan pengungkapan serangkaian rahasia alam.” Sains mengandung makna pengajuan pertanyaan, pencarian jawaban, pemahaman jawaban, penyempurnaan jawaban baik tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis (Depdiknas,2002a: 1). Belajar sains tidak sekedar belajar informasi sains tentang fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud ‘pengetahuan deklaratif’, akan tetapi belajar sains juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Berdasar pada definisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa sains selain sebagai produk juga sebagai proses tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pernyataan di atas selaras dengan pendapat Carin (1993:3) yang menyatakan bahwa sains sebagai produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum dan teori sains. Fakta merupakan kegiatan-kegiatan empiris di dalam sains dan konsep, prinsip, hukum-hukum, teori merupakan kegiatan-kegiatan analisis di dalam sains. Sebagai proses sains dipandang sebagai kerja atau sesuatu yang harus dilakukan dan diteliti yang dikenal dengan proses ilmiah atau metode ilmiah, melalui keterampilan menemukan antara lain, mengamati, mengklasifikasi, mengukur, menggunakan keterampilan spesial, mengkomunikasikan, memprediksi, menduga, mendefinisikan secara operasional, merumuskan hipotesis, menginterprestasikan data, mengontrol variabel, melakukan eksperimen. Sebagai sikap sains dipandang sebagai sikap ilmiah yang mencakup rasa ingin tahu, berusaha untuk membuktikan menjadi skeptis, menerima perbedaan, bersikap kooperatif, menerima kegagalan sebagai suatu hal yang positif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya sains terdiri atas tiga komponen, yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah. Jadi tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau fakta yang dihafal, namun juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam.
IPA (sains) diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan sains perlu dilakukan secara bijaksana untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan. Di tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingkemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) secara terpadu yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Dengan demikian proses pembelajaran IPA harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Proses pembelajaran yang baik sudah ditegaskan oleh BSNP (2007) yang menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam hal ini guru tertantang dan harus mampu untuk dapat memberlangsungkan Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif sekaligus Menyenangkan (PAIKEM).

Sumber:
http://soedjakfamily.blogspot.com/2011/05/pembelajaran-aktif-inovatif-kreatif.html
Read More..

Friday, October 12, 2012

Media Pembelajaran IPA



Media merupakan alat bantu guru dalam melaksanakan pembelajaran dan berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan pesan dari guru kepada siswa. Jika digunakan secara benar, media pembelajaran dapat memperlancar interkasi guru dan siswa, siswa dan siswa, serta siswa dan sumber belajar.  Media yang digunakan dalam pembelajaran banyak ragamnya. Secara umum media pembelajaran di SD terdiri dari media audio, media visual, dan media audio-visual. Media audio adalah media pembelajaran yang dapat didengar, misal radio dan alat musik. Media visual adalah media pembelajaran yang dapat dilihat, misal gambar, grafik, model, dan slide. Media audio-visual adalah media pembelajaran yang dapat didengar dan dapat dilihat misal video, simulasi computer, dan film. Berdasarkan bentuk penyajiannya, media pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi media pembelajaran non-projected yaitu media pembelajaran yang langsung dapat digunakan tanpa menggunakan alat proyeksi seperti gambar, charta, foto, dan peta, dan media pembelajaran projected yaitu media pembelajaran yang memerlukan alat proyeksi seperti film, slide, dan power point.


Media pembelajaran dapat bersifat alami dan buatan. Media pembelajaran alami merupakan media pembelajaran yang sesuai dengan benda aslinya di alam seperti hewan, tumbuhan, danau, dan gunung. Media pembelajaran buatan merupakan media pembelajaran hasil modfikasi atau meniru benda aslinya, seperti model alat pernafasan, model jantung manusia, dan torso. Media-media tersebut dapat digunakan sesuai kebutuhan dan kemampuan guru serta sekolah. Media pembelajaran dapat memiliki nilai praktis, yaitu:
  1. Dapat menampilkan objek yang terlalu besar, yang tidak mungkin dibawa kedalam kelas, seperti bulan, bumi dan matahari.
  2. Dapat memperlambat gerakan yang terlalu cepat seperti gerakan kecambah yang tumbuh, dan 3) memungkinkan untuk menampilkan objek yang langka yang sulit diamati atau yang berbahaya di lingkungan belajar.
Jadi, pertimbangan kelayakan yang dapat dipakai oleh guru IPA untuk memilih media pembelajaran yang baik antara lain.
  1. Kelayakan praktis (keakraban guru dengan jenis media pembelajaran) meliputi ketersediaan media pembelajaran di lingkungan belajar setempat, ketersediaan waktu untuk mempersiapkan media, ketersediaan sarana dan fasilitas pendukung dan keluwesan, artinya mudah dibawa kemana-mana, digunakan kapan saja dan oleh siapa saja.
  2. Kelayakan teknis (relevan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan merangsang terjadinya proses belajar), dan 3) kelayakan biaya (biaya yang dikeluarkan seimbang dengan manfaat yang diperoleh).

Bpk Suyanto Siswa kelas VI

Saat ini pemanfaatan komputer untuk media pembelajaran IPA yang interaktif telah lazim dilakukan. Berbagai pengembang media interaktif berbasis komputer telah menyediakan hasil karyanya untuk dipakai secara berbayar maupun gratis. Sebagai contoh: http://www.phet.colorado.edu dan http://www.ebphysics.davidson.edu/Applets/jars menyediakan berbagai media laboratorium virtual yang dapat dimanfaatkan (tentu saja harus dipilih yang relevan dengan SK dan KD IPA yang hendak diajarkan); http://www.curriki.org
Sumber:
Read More..

Metode-metode dalam Pembelajaran IPA


Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA dijelaskan sebagai berikut.

1. Metode Ceramah

Metode ini paling umum dijumpai di sekolah-sekolah di Indonesia, karena mudah dilaksanakan dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang kegiatan siswa. Selain itu metode ceramah dianggap cukup efektif untuk digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak, serta bila dituntut untuk menyelesaikan materi pelajaran dalam waktu yang singkat. Pada metode ceramah guru memberikan penerangan secara lisan kepada sejumlah siswa, siswa mendengarkan dan mencatat seperlunya, dan pada umumnya siswa bersifat pasif. Karena itu, pada umumnya metode ceramah kurang merangsang siswa untuk mengembangkan kreatifitas, mengemukakan pendapat, serta mencari dan mengolah informasi. Untuk mengatasi kelemahan pada metode ceramah, biasanya guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuat siswa berpikir. Selain itu penyajian bahan ajar harus disampaikan secara sistematis menggunakan bantu-an media yang dapat menarik perhatian siswa.

2. Metode Demonstrasi

Pada metode demonstrasi diperlihatkan suatu proses kejadian atau cara kerja suatu alat kepada siswa. Peragaan suatu proses dapat dilakukan oleh gu-ru sendiri, dibantu beberapa siswa, atau dilakukan oleh sekelompok siswa. Pada pelaksanaannya metode ini tidak hanya memperlihatkan sesuatu sekedar untuk dilihat, tetapi banyak dipergunakan untuk mengembangkan suatu pengertian, mengemukakan suatu masalah, memperlihatkan penggunaan suatu prinsip, menguji kebenaran suatu hukum yang diperoleh secara teoretis dan untuk memperkuat suatu pengertian. Metode ini dapat membuat pelajaran menjadi lebih jelas dan konkrit, sehingga diharapkan dapat difahami secara lebih mendalam dan bertahan lama dalam pikiran siswa. Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum metode ini dilakukan di antaranya: materi yang didemonstrasikan harus diujicoba terlebih dahulu, tujuan yang ingin dicapai harus ditetapkan dengan jelas serta demonstrasi yang dilakukan harus dapat dilihat dengan jelas oleh semua siswa.

3. Metode Eksperimen

Mempelajari IPA kurang dapat berhasil bila tidak ditunjang dengan kegiatan percobaan di laboratorium. Laboratorium IPA tidak hanya sebatas ruangan khusus yang dibatasi dinding, tetapi dapat lebih luas mencakup laboratorium terbuka berupa alam semesta. Dalam proses pembelajaran dengan me-tode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami atau melakukan percoba-an sendiri baik secara individual maupun kelompok kecil. Ada dua istilah berbeda yang sering digunakan berkaitan dengan metode eksperimen ini, yaitu praktikum (practical work) dan eksperimen. Praktikum lebih cenderung untuk membangun keterampilan menggunakan alat-alat IPA atau mempraktikkan suatu teknik/prosedur tertentu. Sedangkan eksperi-men bertujuan untuk mengetahui/menyelidiki sesuatu yang baru menggunakan alat-alat sains tertentu. Baik praktikum maupun eksperimen memegang peranan yang penting dalam pendidikan sains, karena dapat memberikan latihan metode dan sikap ilmiah bagi siswa. Dalam menyusun petunjuk praktikum/eksperimen, guru harus dapat menyajikan lembar kerja siswa (LKS) yang mengajak siswa berpikir dalam me-laksanakan tugas prakteknya. Perlu dihindarkan LKS yang berbentuk cookbook, yang petunjuknya begitu lengkap sehingga siswa hanya bekerja seperti mesin dan tidak ada peluang untuk melatih kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak yang ilmiah dan efektif.

4. Metode Diskusi

Metode ini sangat baik untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi. Dalam pelaksanaannya terjadi interaksi siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa. Menurut Webb (1985), metode diskusi sebagai pilihan mengajar bertujuan untuk: (1) meningkatkan interaksi antara sis-wa-siswa serta siswa-guru; (2) meningkatkan hubungan personal; dan (3) meningkatkan keterampilan siswa dalam berpikir, serta berbicara menyampaikan pendapat di muka umum. Diskusi dapat dibedakan menjadi diskusi kelompok dan diskusi kelas. Biasanya diskusi terjadi dengan diawali adanya permasalahan. Permasalahan yang akan didiskusikan dapat dilontarkan guru secara lisan pada awal pembelajaran atau dalam bentuk tertulis dalam LKS. Permasalahan yang diberikan dapat sama untuk semua kelompok ataupun berbeda-beda. Hasil diskusi kelompok umumnya didiskusikan dalam diskusi kelas. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penggunaan metode diskusi, sebaiknya guru menelaah terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan diskusi, serta memilih topik-topik yang sekiranya dapat di-kembangkan melalui metode ini. Selain itu dukungan dan perhatian guru pada pelaksanaan diskusi dapat berupa menyiapkan suasana kelas untuk pelaksanaaan diskusi yang efektif serta menyiapkan dan menggunakan format penilaian dalam pelaksanaaan diskusi.

5. Metode Proyek

Metode ini digunakan untuk menyalurkan minat siswa yang berbedabeda. Dalam pelaksanaannya sekelompok anak mendapat tugas untuk menye-lesaikan proyek yang dipilihnya sendiri setelah dikonsultasikan ke gurunya. Tugas guru adalah memberi petunjuk mengenai segala sesuatu yang perlu dipelajari, dibaca, serta dicari keterangannya. Suatu proyek harus direncanakan dengan baik meliputi langkah kerja, jadwal penggunaan waktu, dan pembagian tugas dalam kelompok. Penyelesaian suatu proyek dilakukan secara kolaboratif. Untuk mencapai hasil yang optimal, guru dalam hal pelaksanaan metode ini selalu mengevaluasi ketercapaian dari target yang telah dijadwalkan. Pada akhir suatu periode guru harus berusaha memfasilitasi kelompok siswa untuk memamerkan hasil kerjanya kepada kelompok lain, kelas lain atau lingkungan yang lebih luas lagi.

6. Metode Karyawisata

Lingkungan dan masyarakatnya dapat digunakan untuk area belajar siswa, jadi siswa tidak hanya belajar di dalam kelas. Melaksanakan karyawisata adalah suatu cara untuk memperluas pengalaman siswa, berupa kunjungan yang direncanakan ke suatu objek untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Suatu karyawisata akan berhasil mencapai tujuan yang diharapkan apabila guru mempersiapkan sebaik-baiknya. Untuk itu guru perlu mengetahui apa yang akan dilihat siswa dan informasi apa yang akan didapat. Jika memungkinkan guru sebaiknya mengadakan survey awal ke objek karyawisata yang akan dikunjungi, untuk mendapatkan informasi seperlunya mengenai hal-hal yang dapat dimanfaatkan siswa untuk dipelajari. Setelah itu guru mengadakan perencanaan pengaturan waktu, jumlah siswa yang akan diikutsertakan, peralatan yang diperlukan, serta bentuk tugas yang diberikan ketika siswa melaksanakan karyawisata. Bentuk tugas tersebut dapat diperuntukkan bagi individual ataupun kelompok. Hasil dari pelaksanaan karyawisata selain dilaporkan dalam bentuk karya tulis, sebaiknya dibahas dalam diskusi kelas sehingga menghasilkan suatu persepsi yang benar dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Persepsi tersebut terutama merupakan materi penunjang yang dapat memperluas wa-wasan siswa terkait dengan konten dalam materi pembelajaran.

7. Metode Penugasan

Pembelajaran menggunakan metode penugasan berarti guru memberi tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar secara mandiri. Belajar mandiri ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Selain ke-mandirian, metode ini juga merangsang siswa untuk belajar lebih banyak dari berbagai sumber, membina disiplin dan tanggung jawab siswa, serta membi-na kebiasaan mencari dan mengolah sendiri informasi. Pemberian tugas yang dilakukan guru harus terdeskripsikan dengan jelas dan terevaluasi dengan benar. Setelah tugas dievaluasi, guru dituntut untuk memberikan timbal balik yang dapat memperbaiki pemahaman ataupun cara penyelesaian masalah yang dimiliki siswa. Apabila tugas harus diselesaikan secara berkelompok, sebaiknya guru juga mendeskripsikan tugas untuk anggota kelompok agar terhindar adanya siswa yang tidak turut ambil bagian dalam pelaksanaan tugas kelompok. Dengan metode pemberian tugas, sumber belajar bagi siswa tidak hanya berasal dari guru. Selain itu sumber belajar, khususnya berupa buku pegangan seharusnya dioptimalkan penggunaannya oleh siswa untuk belajar mandiri melalui tugas belajar yang dikontrol oleh guru.

Sumber:
http://techonly13.wordpress.com/2009/07/03/metode-pembelajaran-ipa/
Read More..

Konstruksi Pembelajaran IPA yang Menarik


PEMBELAJARAN IPA selama ini telah menjadi momok dari siswa SD hingga sekolah lanjutan. Hal ini sangat wajar, karena banyak konsep atau topik yang abstrak sehingga sulit diajarkan dan dipelajari oleh siswa. Apalagi sarana penunjang seperti alat peraga sulit didapatkan akan memperumit persoalan tersebut. Dengan kenyataan yang ada, jangan heran bila banyak guru merasa kesulitan dalam menentukan metode yang tepat dalam mengajarkan konsep-konsep abstrak ini.

Prosedur belajar biasanya akan berlangsung mulai dari tingkatan konkrit menuju ke tingkatan abstrak. Ada 4 tingkatan dalam prosedur belajar yaitu pertama, belajar langsung melalui masyarakat, karya wisata, nara sumber pengabdian sosial. Prosedur tingkat pertama ini, paling banyak dilakukan di awal pemahaman, karena siswa menggunakan seluruh kemampuan indrawi untuk menggali segala informasi dari lingkungannya. Kedua, belajar langsung melalui kegiatan ekspresi, seperti menari, menggambar atau bermain drama. Ketiga, belajar tak langsung. Tahapan ini siswa belajar dari konsep-konsep yang tersaji dalam peta, model, grafik ataupun melihat tayangan film. Dan keempat, belajar tak langsung melalui proses mendengar kata-kata, membaca buku atau diskusi informasi (metode ceramah). Tingkatan ini biasanya paling mudah dilakukan oleh guru, namun justru paling sulit bagi siswa untuk memahami suatu konsep yang abstrak.

Bermain peran merupakan salah satu variasi dalam mengajar dan mempunyai tujuan pokok mengorganisir gerak, mimik, perilaku, emosi siswa sehingga mudah menangkap, memahami dan mencerna materi ajar tertentu. Ekpresi atau aktualisasi konsep dalam gerak dan lagu mempunyai banyak manfaat antara lain, sebagai hiburan sekaligus belajar (learning is fun). Konsep ini berprinsip bahwa semua dapat dipelajari dan dipahami oleh semua siswa bila kegiatan atau aktivitas yang dilakukan dalam suasana menyenangkan.

Kegiatan ekpresi siswa lewat bermain peran akan lebih menarik, terutama para pelaku peran lebih terkesan di pribadi masing-masing. Siswa terlatih dan terasah ranah afektifnya. Hal ini perlu dikembangkan karena tren atau kecenderungan siswa jurusan IPA lebih individualistik dan menonjolkan ego kepandaiannya dibanding jurusan yang lain. Bermain peran akan mengasah skill/ketrampilan siswa pada ranah afektif sekaligus psikomotoriknya. Model ini juga akan melatih penguasaan bahasa yang baik dan benar. Sepandai apapun seseorang akan diketahui melalui media bahasa baik tulisan maupun lisan. Penguatan kompetensi dalam berbahasa menjadikan siswa belajar IPA lebih dewasa dan matang di lingkungannya. Pelaku pembelajar akan memiliki konsep yang tidak mudah hilang. Bermain peran juga merupakan atribut alat peraga. Aktivitas yang menarik biasanya diawali dengan kostum yang menyolok dan nyleneh. Hal ini sangat mungkin dijadikan sebagai alat peraga bagi guru untuk menjelaskan suatu konsep. Sebagai contoh macam warna dapat menunjuk konsep keberagaman dan persamaan.

Implementasi

Teori belajar menjelaskan setiap anak mampu menguasai ilmu, walaupun memerlukan waktu dan perlakuan yang tidak sama. Pemberian perlakuan sesuai kemampuan siswa akan meningkatkan pemahaman suatu konsep. Hal ini diperoleh mulai dari persepsi menuju tingkat pengertian dan pemahaman.

Model bermain peran (role play) merupakan pendekatan holistik dalam pembelajaran. Pada tingkatan dasar (perceptual learning) anak belajar melalui penginderaan dan pengamatan simbol-simbol. Sebagai contoh topik sintesa protein klas XII IPA SMA, kostum dan atribut telah menggambarkan konsep macam-macam materi genetik yang berperan. Seperti macam warna hijau, biru dan kuning sebagai pembeda materi genetik ribonukleat acid (RNA) duta, RNA transfer dan RNA ribosom.

Lambang-lambang yang dibawa siswa dapat menggambarkan proses yang sedang terjadi dalam tahapan transkripsi maupun translasi. Transkripsi merupakan proses penyalinan/pengkopian struktur DNA (deoksi ribo nucleic acid) yang dilambangkan dengan terlepasnya rangkaian siswa dalam pasangan kelompok barisan dan dilanjutkan dengan pembentukan pasangan baru. Sementara translasi atau penerjemahan dapat dilakukan oleh siswa melalui pertukaran siswa lambang tertentu dengan lambang asam amino yang dimaksud.

Pada tingkatan konsepsional (conceptual learning) siswa akan menyimpulkan konsep sendiri yang sebelumnya abstraktif menjadi konkrit, melalui serangkaian kegiatan dari yang dilihat, didengar dan diperankan dari awal hingga akhir.

Bermain peran dalam konsep IPA akan semakin baik bila diterapkan dalam pembahasan hal yang susah dilihat dengan mata telanjang. Namun demikian model ini banyak kendala yang dihadapi oleh siswa dan guru. Model ini memerlukan persiapan matang seperti Lembar Kerja Siswa (LKS), skenario drama, instrumen evaluasi yang tepat, persiapan mengajar yang mantap serta memperhitungkan waktu yang ada.

Tanpa persiapan matang jangan mengharapkan hasil yang terbaik, bahkan akan membuang energi dan waktu secara sia-sia. Penggunaan metode ini hanyalah salah satu model menuju keberhasilan siswa. Perlu disadari kemauan guru dalam bertindak sebagai motivator, fasilitator sekaligus inovator akan lebih bermakna bila siswa mampu meraih keberhasilan. Akhirnya, mampukah kita sebagai guru memaknai model ini dan tidak lagi mengaku sebagai sumber ilmu tunggal yang kaku dan beku?

Sumber:
Read More..

Hakekat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar


Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsipsaja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.

Asy’ari, Muslichah (2006: 22) menyatakan bahwa ketrampilan proses yang perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi ketrampilan proses dasar misalnya mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta ketrampilan proses terintegrasi misalnya merancang dan melakukan eksperimen yang meliputi menyusun hipotesis, menentukan variable, menyusun definisi operasional, menafsirkan data, menganalisis dan mensintesis data. Poedjiati (2005:78) menyebutkan bahwa ketrampilan dasar dalam pendekatan proses adalah observasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, dan membuat hipotesis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam pembelajaran IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Kedua ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru.

Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dengan demikian, pembelajaran merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah melakukan investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki pemahaman konsep yang baik. Untuk itu siswa perlu di bimbing berpikir secara induktif. Selain itu, pada beberapa konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu memverifikasi dan menerapkan suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga perlu dibimbing berpikir secara deduktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini, dapat menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah.

Pelaksanaan pembelajaran IPA seperti diatas dipengaruhi oleh tujuan apa yang ingin dicapai melalui pembelajaran tersebut. Tujuan pembelajaran IPA di SD telah dirumuskan dalam kurikulum yang sekarang ini berlaku di Indonesia. Kurikulum yang sekarang berlaku di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum KTSP selain dirumuskan tentang tujuan pembelajaran IPA juga dirumuskan tentang ruang lingkup pembelajaran IPA, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan arah pengembangan pembelajaran IPA untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sehingga setiap kegiatan pendidikan formal di SD harus mengacu pada kurikulum tersebut.

Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya, (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, (4) mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan (7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.

Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Lingkup pemahaman konsep dalam Kurikulum KTSP relatif sama jika dibandingkan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan. Secara terperinci lingkup materi yang terdapat dalam Kurikulum KTSP adalah: (1) makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. (2) benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. (3) energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. (4) bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kedua aspek tersebut saling berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA.

Sumber:

Read More..